Rabu, 29 April 2015

waktu adalah saksi pertemuan kita....



Waktu bagaikan saksi atas petemuan-pertemuan kita. Namun waktu terlalu bisu untuk mengungkapkan rasa itu. Terlalu malu untuk memilih apalagi tuk berani menintaku.
Satu hal yang harus kau tahu, aku memang mencintaimu, tapi tak ada  niat sedikitpun tuk menggugurkan keimananmu, apalagi menggodamu tuk keluar dari garis batas suci.
Sadar atau tidak matamu menunjukan ada cinta dihatimu untukku. Entahlah apa aku yang kegeeran saja atau aku mampu membaca tatapanmu.
Bila memang benar, engkau mencintaiku, Entah mengapa kau terlihat tersiksa bila bertemu denganku. kau seolah tidak mengenalku, bahkan  begitu sinis untuk memandangku. Kau mungkin akan membiarkan semuanya seakan tidak terjadi apa-apa. Kau berhasil menipu hatimu sendiri bahkan kau menanamkan keraguan penuh sesak dalam setiap tarikan nafasku.
Kau sendiri tidak pernah berani tuk mengakui kau mencintaiku, bagaimana dengan aku? Apakah aku harus terlalu berani tuk menyuguhkan cintaku dihadapmu?
 Tidak…! Aku memang menjujung tinggi cinta, aku tidak pernah marah dengan siapapun yang mengataskan nama cinta, tapi tidak untuk perbuatan yang akan merugikan. Aku tidak pernah punya maksud menggodamu, bahkan mengusik ketenangan hatimu.
Mungkin jauh sebelum bertemu denganku, hatimu jauh lebih bahagia. Maafkan aku atas pertemuan kita yang tidak pernah aku pinta dan mungkin akan kau sesali.  Maafkan aku atas senyumku yang membuatmu bahkan tidak bisa terpejam karena terlalu takut mendapati bayang manis diriku dalam gelapmu.
Maafkan aku atas semua sikap yang bahkan kau mengerti benar ada rasa dalam setiap langkahku ketika bertemu denganmu. Maafkan aku atas tubuhmu yang semakin kurus karena tidak nafsu makan karena terlalu memikirkan, apa yang akan terjadi selanjutnya atas pertemuan kita sejak saat pertama? Maafkan aku atas rasa cinta yang penuh tersiksa, yang bahkan ketika kita saling pandang ada hentakan kuat yang kau tahan kuat didadamu.
Aku begitu jahat, membuat harimu terkadang mendung, terkadang berwarna. Aku memang jahat karena membuat kau begitu gelisah karena tidak pernah lagi bertemu. Mungkin sebaiknya kita tidak pernah bertemu atau mungkin lebih baiknya kita hentikan saja rasa dari sejak awal pertemuan itu.
Sebenarnya aku tidak rela, karena aku belum mendapat jawaban atas pertemuan kita. Namun cintaku tak menuntut kau seperti itu. Makin tenggelam dalam kebimbangan, terlalu khawatir melebihi khawatirkan dirimu sendiri. Tak ada senyum manis, malah terlihat kau terlalu menyembunyikan sesuatu yang hampir meledak didalam pikiranmu.
Kau tak seharusnya kau seperti itu, terutama pada saat kau mencintaiku. Aku tidak ingin kau tidak bahagia karena mencintaiku. Tersenyumlah sebebas merpati, bergembiralah seperti gerombolan gajah ketika berada dalam satu kelompoknya.
Kita bisa menjalani ikatan seperti semut, walaupun tak menjadi sepasang, kita bisa bersama dalam menjadi teman mencari jalan. terpisah untuk bahagia. 
Kau yang memilih tuk mencintai secara diam-diam. Dan aku memilih menunggumu mengungkapkan hal itu, namun aku salah. Tak seharusnya aku menunggu akan datang saat itu karena kau tak akan bicara tentang rasa antara kita.
Ingin aku memaksamu, mengatakan hal yang akan membuatku bahagia namun sepertinya aku salah. Apa hakku! Bila kau memilih tuk tetap diam dalam mencintaiku. Tak ada sebuah alasan yang mampu membuat dirimu berubah kecuali kau benar-benar memintaku.
Biarlah seperti ini, seperti kita pertama kali saling kenal. Hanya ada kata sepatah namun tak berasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

  BENCI Siapa kau? Beraninya membenci manusia yang sama hinanya dengan dirimu Siapa kau yang masih menginjak tanah merasa sedang menjunj...