Waktu bagaikan saksi
atas petemuan-pertemuan kita. Namun waktu terlalu bisu untuk mengungkapkan rasa
itu. Terlalu malu untuk memilih apalagi tuk berani menintaku.
Satu hal yang harus kau
tahu, aku memang mencintaimu, tapi tak ada
niat sedikitpun tuk menggugurkan keimananmu, apalagi menggodamu tuk
keluar dari garis batas suci.
Sadar atau tidak matamu
menunjukan ada cinta dihatimu untukku. Entahlah apa aku yang kegeeran saja atau
aku mampu membaca tatapanmu.
Bila memang benar,
engkau mencintaiku, Entah mengapa kau terlihat tersiksa bila bertemu denganku.
kau seolah tidak mengenalku, bahkan begitu sinis untuk memandangku. Kau
mungkin akan membiarkan semuanya seakan tidak terjadi apa-apa. Kau berhasil
menipu hatimu sendiri bahkan kau menanamkan keraguan penuh sesak dalam setiap tarikan
nafasku.
Kau sendiri tidak
pernah berani tuk mengakui kau mencintaiku, bagaimana dengan aku? Apakah aku
harus terlalu berani tuk menyuguhkan cintaku dihadapmu?
Tidak…! Aku memang menjujung tinggi cinta, aku
tidak pernah marah dengan siapapun yang mengataskan nama cinta, tapi tidak
untuk perbuatan yang akan merugikan. Aku tidak pernah punya maksud menggodamu,
bahkan mengusik ketenangan hatimu.
Mungkin jauh sebelum
bertemu denganku, hatimu jauh lebih bahagia. Maafkan aku atas pertemuan kita
yang tidak pernah aku pinta dan mungkin akan kau sesali. Maafkan aku atas senyumku yang membuatmu
bahkan tidak bisa terpejam karena terlalu takut mendapati bayang manis diriku
dalam gelapmu.
Maafkan aku atas semua
sikap yang bahkan kau mengerti benar ada rasa dalam setiap langkahku ketika
bertemu denganmu. Maafkan aku atas tubuhmu yang semakin kurus karena tidak
nafsu makan karena terlalu memikirkan, apa yang akan terjadi selanjutnya atas
pertemuan kita sejak saat pertama? Maafkan aku atas rasa cinta yang penuh
tersiksa, yang bahkan ketika kita saling pandang ada hentakan kuat yang kau
tahan kuat didadamu.
Aku begitu jahat,
membuat harimu terkadang mendung, terkadang berwarna. Aku memang jahat karena
membuat kau begitu gelisah karena tidak pernah lagi bertemu. Mungkin sebaiknya
kita tidak pernah bertemu atau mungkin lebih baiknya kita hentikan saja rasa
dari sejak awal pertemuan itu.
Sebenarnya aku tidak
rela, karena aku belum mendapat jawaban atas pertemuan kita. Namun cintaku tak menuntut
kau seperti itu. Makin tenggelam dalam kebimbangan, terlalu khawatir melebihi
khawatirkan dirimu sendiri. Tak ada senyum manis, malah terlihat kau terlalu
menyembunyikan sesuatu yang hampir meledak didalam pikiranmu.
Kau tak seharusnya kau
seperti itu, terutama pada saat kau mencintaiku. Aku tidak ingin kau tidak
bahagia karena mencintaiku. Tersenyumlah sebebas merpati, bergembiralah seperti
gerombolan gajah ketika berada dalam satu kelompoknya.
Kita bisa menjalani
ikatan seperti semut, walaupun tak menjadi sepasang, kita bisa bersama dalam menjadi
teman mencari jalan. terpisah untuk bahagia.
Kau yang memilih tuk
mencintai secara diam-diam. Dan aku memilih menunggumu mengungkapkan hal itu,
namun aku salah. Tak seharusnya aku menunggu akan datang saat itu karena kau
tak akan bicara tentang rasa antara kita.
Ingin aku memaksamu,
mengatakan hal yang akan membuatku bahagia namun sepertinya aku salah. Apa
hakku! Bila kau memilih tuk tetap diam dalam mencintaiku. Tak ada sebuah alasan
yang mampu membuat dirimu berubah kecuali kau benar-benar memintaku.
Biarlah seperti ini,
seperti kita pertama kali saling kenal. Hanya ada kata sepatah namun tak
berasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar