Dia
makhluk keturunan Adam. Berambut ikal hitam dan bermata cokelat. Lukisan Tuhan
Maha Sempurna dibalik berakhirnya senja. Iya, aku selalu bertemu dengannya
ketika langit menjelang malam. Matanya
yang membuatku tak henti menganggungkan karya Tuhan yang tepat berdiri di
hadapanku.
Senyumnya
yang mampu menghadirkan pelangi bahkan ketika dimusim kemarau sekalipun.
Tawanya yang kecil namun renyah mampu menggetarkan hatiku. Sekali lagi aku tak
kuasa berhadapan langsung dengannya. Kakiku seakan tak menapak dan tubuhku
begitu ringan hingga aku merasakan terbang melayang mengitari nirwana ketika
bertemu dengannya.
Sadarku
hilang seketika, entah apa namanya ketika hati dilanda rasa seperti ini?
Cinta...
Benarkah
apa maknanya?
Namun
ku tak berdaya untuk jatuh cinta. Aku kehilangan semua gravitasi dibumi ini.
Langit menjadi saksi hatiku dibawa oleh khayal tentangnya.
Hatiku
terikat sudah oleh tatap dan senyumnya. Di matanya seakan aku mampu bercermin
rasaku. Namun aku tak dapat membaca hatinya? Apakah sama dengan rasa dihatiku
kini? Aku harap Tuhan memberikan tempat namaku di hatinya. Bayangku dalam
tatapnya dan senyumku menghiasi malamnya.
Aku
harap dia menyadari keberadaanku dan setiap detik pertemuanku dengannya. Hingga
pertemuan kami terikat benang merah takdir sebagai pasangan. Bukan sekedar
kenangan dari bagian kisah yang harus dilewati. Dan waktu akan menjadi saksi
pertemuan-pertemuan kita. Ku harap Tuhan memberikan banyak waktu untuk kita
saling mencintai.